Istilah Deep Learning yang dipakai oleh Mendikdasmen tidak sama dengan istilah Deep Learning yang lazim digunakan dalam ranah Artificial Intelligence (AI). Dalam konteks pendidikan, Deep Learning adalah pendekatan pembelajaran yang menekankan pemahaman konsep dan penguasaan kompetensi secara mendalam dalam cakupan materi yang lebih sempit.
Dalam Deep Learning, siswa didorong untuk secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran dan menyelami topik yang sedang dipelajari, sehingga ia dapat menjelajah lebih dalam dan menikmati keindahan panorama dari topik tersebut.
Pendekatan pembelajaran Deep Learning (belajar secara mendalam) adalah kontras dari pendekatan pembelajaran Surface Learning (belajar di permukaan) yang berusaha membahas banyak materi secara luas dengan mengorbankan proses pemahaman dan peningkatan kompetensi dari para peserta didik. Siswa akhirnya hanya terpaksa menghapal banyak hal tanpa dapat memaknai, memiliki, dan menikmati proses pembelajarannya.
Menurut Mendikdasmen Abdul Mu’ti, pendekatan pembelajaran Deep Learning dapat tercapai melalui 3 elemen utama, yakni Meaningful Learning, Mindful Learning, dan Joyful Learning.
Melalui proses Meaningful Learning, siswa dapat memaknai hal-hal yang sedang ia pelajari. Kemudian, melalui proses Mindful Learning, siswa dapat menjadi agen aktif yang secara sadar berniat untuk mengembangkan pemahaman dan kompetensinya. Proses Joyful Learning membuat siswa menjadi termotivasi dalam menjalani proses pembelajarannya.
Mari kita bahas ketiga elemen ini secara lebih mendalam!
Teori Meaningful Learning yang dicetuskan oleh David Ausubel menjelaskan proses pembelajaran dimana guru membantu siswa untuk mengaitkan konsep baru yang akan diajarkan dengan konsep-konsep yang sebelumnya sudah mereka pahami. Proses belajar Meaningful Learning ini bertujuan agar pembelajaran menjadi lebih bermakna bagi siswa.
Misalnya, untuk memperkenalkan penjumlahan pecahan, kita bisa mulai dengan penjumlahan benda-benda yang lebih konkret terlebih dahulu.
1 ayam + 2 ayam = 3 ayam
1 bola + 2 bola = 3 bola
1 perlima + 2 perlima = 3 perlima → ⅕ + ⅖ = ⅗
Atau
1 ayam + 2 bebek = 1 unggas + 2 unggas = 3 unggas
1 lusin + 2 kodi = 12 buah + 40 buah = 52 buah
1 perdua + 2 pertiga = 3 perenam + 4 perenam = 7 perenam
Mindful Learning seringkali dikenal sebagai metakognisi dalam teori pendidikan. Dalam Mindful Learning, siswa diajak untuk senantiasa sadar akan proses pembelajaran yang sedang ia jalani. Kesadaran ini terdiri dari beberapa aspek:
Dengan demikian, siswa dituntun untuk menjadi agen aktif yang bertanggung jawab atas proses pembelajarannya sendiri.
Berbeda dengan orang dewasa, kesadaran ini bukanlah sesuatu yang dapat timbul secara otomatis dalam diri anak-anak, sehingga guru harus terus-menerus menghidupkan kesadaran ini dari awal sampai akhir proses pembelajaran.
Misalnya, guru bisa membiasakan siswa untuk selalu membuat kesimpulan pembelajaran sendiri di akhir sesi ajar dan merefleksikan perkembangan pemahaman atau kompetensinya. Melalui proses refleksi ini, siswa dapat memahami kekuatan dan kelemahan mereka masing-masing, serta memiliki target yang lebih jelas untuk pembelajaran berikutnya.
Joyful Learning menekankan pentingnya menciptakan suasana belajar yang positif agar siswa dapat menikmati setiap bagian dari proses pembelajaran.
Contohnya, pendekatan pembelajaran melalui permainan (game) atau aktivitas interaktif dapat membuat siswa lebih antusias dalam belajar.
Hal ini penting untuk mendorong anak-anak agar lebih terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan menikmati pengalaman belajarnya. Terlebih lagi jika dipadukan dengan aspek meaningful dan mindful learning, kita berharap siswa dapat memiliki motivasi intrinsik dalam belajar dan akhirnya menjadi pembelajar sepanjang hayat.

Belajar sambil bermain. (Sumber: Freepik.com)
Pendekatan Deep Learning yang diusulkan Mendikdasmen Abdul Mu’ti ini tidak dimaksudkan sebagai pengganti Kurikulum Merdeka, melainkan sebagai pendekatan pembelajaran baru yang bisa saja diterapkan di dalam kurikulum yang ada.
Artinya, Deep Learning bukanlah kurikulum baru, melainkan pendekatan pembelajaran yang menitikberatkan pada pemahaman konsep dan eksplorasi secara mendalam.
Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa pendekatan ini di masa depan akan mempengaruhi penyusunan kurikulum di Indonesia, tergantung bagaimana implementasinya berjalan dan dampaknya terhadap peningkatan kualitas belajar siswa.
Saat ini, keputusan untuk mengganti Kurikulum Merdeka masih dalam pertimbangan dan Deep Learning tetap diposisikan hanya sebagai pendekatan pembelajaran yang diutamakan. Terlebih lagi, kita juga ingat bahwa Kurikulum Merdeka sendiri juga sudah mengurangi cakupan topik dan mengedepankan keterlibatan aktif siswa dalam pembelajaran dan penguatan kompetensi siswa.
Baca Juga: Paulo Freire: Benarkah Pendidikan Bisa Membebaskan?
Penerapan Deep Learning dalam pendidikan di Indonesia tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan siswa, tetapi juga mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan untuk beradaptasi dengan tuntutan abad ke-21.
Melansir World Economic Forum, salah satu alasan kuat mengapa pendekatan ini diperlukan adalah karena relevansinya dengan kompetensi abad 21 atau 21st Century Skills, yang terbagi menjadi tiga poin besar, yaitu Foundational Literacies, Competencies, dan Character Qualities.
Keterampilan literasi dasar merupakan skill yang dapat membantu siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan inti pada kehidupan sehari-hari. Pendekatan Deep Learning dalam pembelajaran siswa dapat membangun fondasi yang kuat dalam keterampilan ini, sehingga siswa mampu menggunakan kemampuan dasarnya dalam situasi nyata.
Kemampuan ini mencakup beberapa poin sebagai berikut:
Kompetensi mencakup cara siswa menghadapi tantangan kompleks, yang meliputi keterampilan berpikir kritis, kreativitas, komunikasi, dan kolaborasi. Adanya Deep Learning mampu mendorong siswa untuk memiliki pendekatan yang lebih mendalam dan analitis terhadap tantangan yang akan mereka hadapi di masa kini maupun masa mendatang.
Kompetensi mencakup beberapa poin sebagai berikut:
Deep Learning juga membantu siswa untuk membentuk kualitas karakter yang diperlukan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang selalu berubah. Kualitas karakter ini mencakup beberapa poin sebagai berikut:
Dengan diterapkannya pendekatan Deep Learning dalam pendidikan di Indonesia, diharapkan siswa dapat berkembang menjadi individu yang lebih kritis, memiliki pemahaman mendalam, dan mampu berpikir reflektif.
Pendekatan ini sejalan dengan program prioritas Mendikdasmen Abdul Mu’ti yang ingin mencetak generasi muda yang unggul di bidang sains dan teknologi, memiliki moral yang kuat, dan memiliki keterampilan yang relevan dengan perkembangan zaman, utamanya keterampilan abad ke-21 atau 21st Century Skills yang telah dijelaskan di atas.
Referensi:
Penjelasan Deep Learning dan Surface Learning. Tautan: https://www.youtube.com/watch?v=KnIynokRfd4 (Diakses pada 13 November 2024)
Penjelasan Raker Menteri. Tautan: https://www.youtube.com/watch?v=8lpIOqP7QiI (Diakses pada 13 November 2024)
Ten 21st-Century Skills Every Student Needs [Daring]. Tautan: https://www.weforum.org/stories/2016/03/21st-century-skills-future-jobs-students/ (Diakses pada 13 November 2024)
Mendikdasmen: Deep Learning Bukan Kurikulum, tapi Pendekatan Belajar [Daring]. Tautan: https://narasi.tv/read/narasi-daily/mendikdasmen-deep-learning-bukan-kurikulum-tapi-pendekatan-belajar#google_vignette (Diakses pada 13 November 2024)
Sumber Gambar:
https://www.freepik.com/free-photo/low-angle-kids-selling-lemonade_27509528.htm#fromView=search&page=3&position=1&uuid=43f2ef5c-b092-4000-9ab2-c98f5cedbbae (Diakses pada 15 November 2024)

Beri Komentar